Hukum Menikah dalam Islam dan Jenis-jenis Pernikahan Terlarang

Hukum menikah dalam agama Islam pada dasarnya adalah boleh atau jaiz, yang menjadi dasar pokok acuan dalam perintah nikah adalah hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah, hendaklah dia menikah. Karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sementara siapa yang tidak mampu, hendaknya dia berpuasa. Karena itu bisa menjadi tameng syahwat baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tetapi para ulama fiqhi berbeda dalam menentukan hukum nikah dalam Islam, dan dikembalikan kepada kondisi perseorangan dengan berlandaskan pada kaidah ushul fiqh yang berbunyi; “Hukum itu beredar atau berganti-ganti menurut illatnya.” Kaidah ini telah diterapkan dalam hukum pernikahan, menghasilkan perubahan hukum yang didasarkan pada perbedaan illat.

Pada tataran selanjutnya, hukum pernikahan sangat bergantung pula kepada keadaan orang yang bersangkutan, baik dari segi psikologi, materi maupun kesanggupannya memikul tanggung jawab. Bisa jadi, bagi seseorang pernikahan itu wajib, dan bisa jadi pula bagi orang lain hukumnya adalah mubah.

Baca juga:  Astagfirullah! Inilah Tanda-tanda Orang Terkena Sihir atau Guna-guna, Bacakan Ayat Ini Untuk Mengancurkannya

Hukum Nikah Dalam Islam dan Penjelasa Penyebabnya

Secara umum, ulama fiqhi membagi hukum nikah itu pada lima bentuk, kelima hukum itu adalah:

1. Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Wajib

Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Wajib
©fotocinta.com

Daud Azh-Zhahiri dan Ibnu Hazam berlandaskan kewajiban nikah ini pada ayat perintah “fankihu’” (menikahlah), menurut mereka perintah ini asalnya wajib dan selama tidak ada dalil yang menunjukkan pelarangan maka hukumnya tetap menjadi wajib.

Pernikahan wajib hukumnya manakala nafsu telah mendesak, memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menikah dan memiliki peluang besar jatuh ke dalam perbuatan yang dilarang syariat, yaitu perzinahan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, maka pernikahan menjadi wajib hukumnya.

Bekenaan dengan ini seorang ulama mengatakan;

Wajib bagi laki-laki yang mampu hubungan badan, jika dia memiliki dana untuk menikah, atau membeli budak wanita, untuk melakukan salah satunya (menikah atau memiliki budak wanita), dan itu harus. Jika dia tidak mampu secara dana, maka hendaknya dia memperbanyak puasa, Kemudian Ibnu Hazm menyebutkan hadis di atas.

Pernikahan dalam hal ini menjadi jalan untuk menghindari terjerumus pada perbuatan yang melanggar syariat, hal ini diperkuat oleh seorang ulama yang mengatakan;

Tentang hukum wajibnya nikah bagi yang takut terjerumus ke dalam maksiat, karena menjauhi yang haram hukumnya wajib. Jika menjauhi yang haram tidak bisa dilakukan kecuali melalui nikah, maka nikah hukumnya wajib. Hadis-hadis yang menunjukkan wajibnya menikah, dipahami demikian.

Imam Al-Qurthubi mengatakan;

Orang yang mampu menikah, kemudian khawatir terhadap diri dan agamanya, dan itu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan menikah, maka dia harus menikah.”

Jelaslah bahwa pernikahan itu menjadi wajib bagi siapa saja yang mampu, baik secara fisik maupun mental, sebagai jalan untuk menghindar dari perbuatan yang dosa dan keji. Bahkan, jika keadaan sudah darurat, dalam arti bahwa seseorang benar-benar terjerumus ke dalam perzinahan, maka menikah hukumnya wajib baginya, baik sudah siap secara maupun belum sama sekali.

Seandainya hasratnya untuk menikah sangat kuat, namun dia tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istrinya kelak, lalu dia terpaksa tidak melakukan pernikahan, hendaknya dia bersabar dan bersungguh-sungguh dalam upaya menjaga dirinya daripada terjerumus dalam perzinahan, seraya mengikuti petunjuk firman Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW.

2. Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Mustahab (Anjuran)

Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Mustahab (Anjuran)
©bajonzphoto.blogspot.com

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama, ini berdasarkan pada ayat yang terdapat pada surah An-Nisa ayat 3, dalam pandangan jumhur perintah di dalam ayat tersebut bukanlah untuk wajib melainkan untuk mustahab, dengan alasan bahwa ada khiar (pilihan), tergantung suka atau tidaknya seorang laki-laki terhadap seorang wanita.

Pernikahan menjadi anjuran bagi siapa yang memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menikah akan sekalipun mempunyai kemampuan untuk mengendalikan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT.

Dalam pandangan ulama, kekhawatiran terjerumus pada perzinahan bukanlah menjadi alasan diwajibkannya pernikahan, maka mereka berpendapat bahwa menikah bukanlah sebuah kewajiban, akan tetapi merupakan sebuah anjuran. Berkenaan dengan ini, seorang ulama mengatakan;

“Dalam hadis ini terdapat perintah untuk menikah bagi orang yang mampu dan jiwanya sangat bernafsu. Ini disepakati ulama. Namun menurut kami dan banyak ulama, perintah ini sifatnya anjuran, dan bukan wajib. Karena itu tidak wajib harus menikah atau memiliki budak wanita, baik khawatir zina atau tidak. Inilah mahzab umumnya ulama, dan saya tidak mengetahui seorang pun yang mengatakan wajib nikah kecuali Daud Az-Zahiri dan orang yang mengikuti madzhab Zahiriyah, serta salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka berpendapat, seorang lelaki wajib nikah atau memiliki budak wanita jika khawatir terjerumus ke dalam zina.”

Kemampuan menjaga diri dari perbuatan yang dilarang Allah menjadi kunci dari sebuah pernikahan, akan tetapi dalam kondisi seperti ini menikah baginya lebih utama. Menurut Imam Ahmad dari suatu riwayat, dianjurkan menikah bagi yang tidak berkeinginan untuk menikah walaupun tidak khawatir jatuh ke dalam perzinahan yang oleh karenanya menikah lebih utama daripada ibadah-ibadah sunnah.

3. Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Haram

Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Haram
©mukshim.blogspot.com

Pernikahan haram hukumnya jika seseorang tidak mampu memberikan hal dan kewajiban kepada istrinya. Baik yang berupa nafkah batin maupun nafkah materi, kendati ia sangat ingin menikah, demikian sebaliknya seorang wanita harus menjelaskan segala kelemahan yang dimilikinya berkenaan dengan ketidakmampuan untuk melakukan hak dan kewajiban terhadap suaminya, seperti terkena penyakit dan sebagainya.

Rasulullah SAW pernah membatalkan pernikahannya dengan seorang wanita dari Bani Bayadhah dikarenakan lambungnya memiliki barsan (kudis).

“Sesungguhnya Nabi SAW mengawini seorang perempuan Bani Bayadhah yang kemudian diketahui lambungnya berkudis. Lalu beliau membatalkan pernikahan itu seraya berkata; kalian semua telah menipuku.”

4. Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Makruh

Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Makruh
©kimchaa.blogspot.com

Makruh hukumnya menikah bagi seseorang yang tidak mampu memberikan nafkah lahir dan batin, meskipun  istrinya tidak dirugikan karena memiliki harta kekayaan dan tidak mempunyai naluri syahwat yang kuat.

5. Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Mubah

Hukum Nikah dalam Islam Menjadi Mubah
©ummi-online.com

Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkannya untuk segera menikah, atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah, maka hukumnya mubah.

Pernikahan menjadi sebuah anjuran untuk dilakukan oleh para pengikut Rasulullah SAW, ini sesuai dengan pendapat para jumhur ulama, sekalipun ada sebagian yang berpendapat bahwa pernikahan itu menjadi wajib disebabkan mereka berpegang teguh pada kalimat amr (perintah) dalam banyak ayat dan hadis, dan sebahagian yang lain mengatakan nikah itu mubah hukumnya.

Jenis Nikah dan Hukumnya dalam Islam (Jenis Pernikahan Terlarang)

Jenis Nikah dan Hukumnya dalam Islam
©downvids.net

Pernikahan memiliki beberapa jenis, sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwa Aisya ra menyebutkan adanya empat jenis nikah pada masa jahiliyah (sebelum nabi Muhammad SAW menjadi rasul);

  1. Pernikahan Pinang, yaitu seorang pria datang meminang seorang wanita, baik itu secara langsung atau melalui wali si wanita, kemudian menikahinya dengan mahar.
  2. Pernikahan Gadai/Pinjam, yaitu seorang istri yang diperintah suaminya untuk berkumpul dengan pria lain hingga hamil, demi mendapatkan keturunan atau perbaikan keturunan.
  3. Poliandri, yaitu sejumlah pria (biasanya kurang dari 10 orang) secara bergilir mencampuri seorang wanita dengan kesempatan bahwa jika wanita itu hamil dan melahirkan, maka kesemua pria tersebut harus ridha bila kemudian salah satu dari merekalah yang ditunjuk oleh si wanita sebagai ayah dari anak tersebut.
  4. Pelacur, yaitu seorang wanita yang memasang bendera hitam di depan rumahnya sebagai tanda siapa pun yang berkehendak kepadanya boleh masuk dan menggaulinya. Bila hamil dan melahirkan, kemudian si wanita mengumpulkan seluruh wanita yang pernah menyetubuhinya dan memanggil seorang dukun ahli firasat untuk meneliti nasab anak itu lalu memberikan sang bayi kepada sang ayah yang harus tak boleh menolak.

Pada masa Muhammad SAW telah diangkat menjadi rasul, muncul pula jenis-jenis nikah dalam bentuk lain;

1. Nikah Syigar

Nikah Syigar
©astroawani.com

Nikah syigar adalah ketika seorang wali menikahkan putrinya kepada seorang pria dnegan syarat pria trsebut menikahkannya kepada putrinya, saudara perempuannya atau putrinya, atau perwaliannya dengan mahar atau tanpa mahar.

Diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, sesungguhnya rasulullah SAW telah melarang nikah syigar, dalam riwayat lain terdapat tambahan kalimat yang berbunyi, ‘aku bertanya kepada nabi apa yang dimaksud dengan syigar, nabi menjawab, yaitu seorang lai-laki menikah dengan seorang wanita dan bapak dari wanita tersebut menikah juga dengan anak wanita laki-laki yang menjadi besannya tanpa mahar, atau seorang menikah dengan saudara perempuan seorang laki-laki, kemudian sang saudara tersebut menikah dengan saudara laki-laki yang menikah dengan adiknya, tanpa mahar yang harus dibayar.” (HR. Abu Daud, no. 2074)

Para ulama sepakat nikah ini haram hukumnya berdasar kepada hadis tersebut di atas, bahkan jumhur ulama berpendapat bahwa nikah syigar yang sudah terjadi menjadi batal karena larang nabi tersebut.

2. Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah pria yang menikahi seorang wanita untuk jangka waktu tertentu, nikah inilah yang disebut oleh Sayyid Sabiq sebagai nikah sementara atau nikah terputus karena laki-lakinya menikahi seorang perempuan hanya untuk sehari atau seminggu atau sebulan.

Diriwayatkan dari Sabrah bin Ma’bad al Juhaini, sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengharamkan mut’ah terhadap wanita (HR. Abu Daud, no. 2073)

Pernikahan mut’ah ini pernah diperbolehkan di zaman Rasulullah SAW, namu kemudian di-naskh oleh Allah melalui Rasulullah SAW dan telah dilarang sampai hari kiamat.

Rasulullah SAW bersabda, wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut’ah, dan sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat (HR. Muslim).

3. Nikah Muhallil

Nikah Muhallil
©thevocket.com

Nikah muhallil adalah seorang pria yang menyuruh/membayar (muhallal) seorang pria (muhallil) untuk menikahi wnaita yang pernah dinikahi dan ditalak sebanyak tiga kali agar dapat dinikahinya setelah diceraikan oleh pria suruhannya tersebut.

Diriwayatkan oleh Ali bin Ali Thalib ra, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda, Allah telah melaknat muhallil (ornag yang menikahi wanita yang ditalak tiga supaya suaminya yang pertama dapat menikahi kembali dan muhalla lahu (orang yang mentalak istrinya dengan talak tiga dan ingin menikahinya kembali).” (HR. Abu Daud, no 2076).

Nikah muhallil adalah pernikahan yang rusak dan merupakan perbuatan dosa besar, sehingga laki-laki yang menyuruh untuk berpura-pura menikahi mantan istrinya akan mendapatkan siksa, demikian pula orang yang au disuruhnya untuk menikahi mantan istri yang tekah ditalak tiga kali, ini sepaham dengan mayoritas ulama seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan imam lainnya.

4. Nikah Ahl Al-Kitab,

yaitu seorang pria mukmin yang menikahi wanita ahlul kitab. Ahl Al-Kitab  berasal dari dua kata bahasa Arab yang tersusun dalam bentuk Idhafah yaitu ahlu dan Al-Kitab. Ahlu berarti pemilik, ahli. Sedangkan Al-Kitab berarti kitab suci. Jadi, Ahl al-Kitab berarti pemilik kitab suci, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah SWT).

***

Demikianlah hukum nikah dalam Islam serta jenis-jenis pernikahan yang terlarang. Semoga kita selalu setia mengikuti  ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan sahabatnya.

Back to top button